Koperasi merupakan soko guru ekonomi Indonesia. Sayangnya istilah koperasi tak lagi populer. Sepertinya koperasi tak lagi kekinian. Banyak yang pesimis akan berkembangnya koperasi di negeri ini. Perjuangan Bung Hatta dalam menanamkan semangat berkoperasi sepertinya tak nampak.
Memang secara kuantitas, jumlah koperasi sudah banyak. Tapi kualitas koperasi sendiri masih diragukan keprofesionalannya. Tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah dengan yang namanya koperasi. Berbagai kasus yang menimpa koperasi membuat mereka seperti antipati. Koperasi bukan lagi pilihan.
Masalah kepercayaan
Transparansi pengelolaan koperasi menjadi masalah utama. Seringnya informasi laporan keuangan dan kegiatan koperasi tak sampai ke para anggota. Para anggota bertanya-tanya apa yang sudah dilakukan pengurus dan pengelola selama ini. Sudah sejauh mana perkembangan dan tingkat keuntungan yang didapat. Apa yang harus dilakukan oleh anggota agar koperasi maju.
Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak para anggota. Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu tak jua hadir, maka tingkat kepercayaan para anggota kepada pengurus akan menurun. Sedikit banyak akan berimbas pada kemajuan koperasi. Perlahan mereka tak lagi peduli dengan koperasi. Stigma negatif akan melekat pada yang namanya koperasi.
Persoalannya bisa jadi bukan karena pengurus teledor. Luasnya cakupan wilayah anggota menjadi kendala. Pengurus ingin menyebarluaskan informasi tentang aktifitas koperasi. Tapi sayangnya biaya penyebarluasan informasi ini terlalu besar. Oleh karena nya hanya pihak-pihak tertentu saja yang dihubungi. Rapat Anggota Tahunan (RAT) pun hanya bisa menghadirkan perwakilan anggota saja.
Kendala ini sangat terasa bagi koperasi berskala nasional. Oleh karena kesulitan itu, dibuatlah AD, ART, dan SOP yang seolah mengistimewakan sebagian anggota atas yang lain. Timbul lah kecemburuan. Mereka yang tidak bisa mengakses informasi aktifitas koperasi merasa dinomorduakan. Pada akhirnya mereka patah semangat.
Pemanfaatan Internet dan Fintech
Jaman sekarang, dimana internet sudah merajalela, sebaiknya dimanfaatkan. Teknologi komunikasi dan informasi bisa meminimalisir permasalahan-permasalahan tersebut diatas. Para anggota sudah bisa mengakses informasi kegiatan dan keuangan melalui website misalnya.
Saat penyelenggaraan RAT, bisa dilakukan live streaming. Para anggota yang tidak bisa menghadirinya, tetap bisa mengikuti berlangsungnya RAT tersebut. Informasi dan komunikasi via online akan menambah kepercayaan anggota terhadap pengurus dan pengelola koperasi.
Sebagai pengembangan bisnis, pemanfaatan Fintech bagi koperasi bisa dilakukan. Para anggota bisa mengakses informasi dan aktifitas bisnis lain menggunakan fasilitas ini. Nomor anggota bisa dijadikan PIN guna mengakses semua fasilitas yang disediakan oleh koperasi. Peningkatan kapasitas pengurus dan pengelola koperasi bisa dilakukan agar ini terwujud.
Jika perbankan bisa menggunakan jaringan ATM untuk transaksi keuangan, mengapa koperasi tidak. Pada dasarnya hampir sama. Istilah nasabah dipergunakan bagi perbankan, sedang koperasi menamainya sebagai anggota. Transaksi-transaksi tunai dan non-tunai bisa dilakukan oleh anggota koperasi juga.
Sebagaimana kita ketahui, koperasi dipandang sebagai bisnis kecil-kecilan yang non-profit. Para anggota pun berasal dari kalangan ekonomi lemah. Tak heran, koperasi sulit berkembang karena keterbatasan modal. Simpanan pokok dan wajib yang dihimpun masih tetap sedikit. Sulit rasanya mengembangkan koperasi jika ini masih terjadi.
Pemanfaatan fintech bisa membantu solusi ini. Para anggota yang tersebar bisa bahu membahu mengumpulkan modal bersama. Transfer antar bank dan atau penggunaan uang virtual akan mempermudah. Modal yang didapat bisa lebih besar. Apalagi saat kepercayaan anggota terhadap pengurus dan pengelola sudah baik.
Untuk menjaga kepercayaan ini, sebaiknya pengurus dan pengelola benar-benar memanfaatkan fintech untuk pengembangan dan memberikan informasi kepada para anggota. Cukup memasukkan PIN, para anggota bisa menerima informasi yang mereka butuhkan. Ini lebih efektif dan efisien.
Pertama, transaksi keuangan anggota
Transaksi keuangan anggota koperasi bisa dilakukan oleh koperasi. Aplikasi bisa diunduh guna melakukan ini. Semua jenis pembayaran akan menguntungkan anggota. Pasalnya kemudahan dalam melakukan transaksi bisa dilayani. Biaya yang dikenakan dalam pemanfaatannya menjadi pendapatan koperasi.
Penyetoran simpanan pokok, wajib, dan sukarela bisa dilakukan melalui aplikasi. Para anggota tidak perlu mengantri. Sekedar membayar itu semua bisa dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi. Termasuk juga saat koperasi bisa mencairkan pinjaman bagi anggota. Tentu lebih aman dan profesional.
Pembelian pulsa, pembayaran listrik, angsuran leasing, asuransi, dan pelbagai transaksi lain pun bisa. Jika pada awalnya pengenaan biaya akan menguntungkan perusahaan, sekarang bisa menguntungkan koperasi. Keuntungan yang didapat akan kembali pada anggota juga.
Memungkinkan pula terjadinya transfer uang antar anggota. Aplikasi yang dibuat, misalnya, akan melakuan autodebet secara otomatis sesuai perintah yang diberikan. Anggota yang berkepentingan memerintahkan sistem aplikasi untuk memindahbukukan sejumlah uang untuk anggota yang lain. Mekanisme transfer akan lebih mudah.
Kedua, transaksi perdagangan antar anggota
Koperasi bisa memanfaatkan fintech untuk pengembangan usaha. Bisnis e-commerce bisa diterapkan di sini. Pengelola koperasi cukup menyediakan platform market place pada aplikasi yang bisa di unduh para anggota. Isi dari market place berupa produk-produk yang dihasilkan oleh para anggota. Sedang bagi anggota yang lain, cukup menjadi reseller.
Peraturan bisa disepakati dan dikukuhkan, bagi mereka calon pemasok produk dan reseller. Misalnya penetapan standarisasi produk, dan atau deposit modal bagi calon reseller. Koperasi tinggal menerapkan selisih harga sebagai keuntungan. Pengambilan selisih harga cukup sedikit saja. Asalkan keuntungan itu diberlakukan per transaksi. Kecepatan transaksi penjualan dan pembelian ini yang harus didorong oleh koperasi.
Kemudahan melakukan usaha bersama melalui platform ini, akan menguntungan semua pihak. Para anggota akan merasakan langsung manfaatnya, sedang koperasi akan diuntungkan dengan selisih harga per transaksi. Akumulasi selisih harga tersebut akan menjadi pendapatan usaha koperasi.
Selain itu, koperasi juga bisa bekerjasama dengan perusahaan produk pabrikan. Produk-produk yang dihasilkan oleh pabrik bisa dipasarkan melalui platform tadi. Pengurus dan pengelola koperasi menjadi penyalur antara perusahaan dengan anggota yang menjadi konsumen atau reseller.
Deposit modal yang dilakukan oleh anggota akan terpotong otomatis dan terakumulasi di koperasi. Tiap periode yang disepakati oleh koperasi dan perusahaan, akumulasi dana bisa diberikan kepada perusahaan sesuai jumlah transaksi. Selisih harga dari produsen ke anggota koperasi, menjadi keuntungan bersama yang akan dibagikan dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU).
Ketiga, transaksi pada merchant mitra koperasi
Para anggota koperasi bisa melakukan transaksi layaknya nasabah bank pada merchant yang menjadi mitra koperasi. Layanan ini hanya bisa dilakukan, misalnya, jika saldo atau tabungan mencukupi. Jadi berbeda konsep dengan kartu kredit. Bukan tak mungkin adanya diskon pembayaran.
Koperasi bekerjasama dengan merchant mitra untuk mendapatkan layanan khusus. Ini akan menarik anggota untuk melakukannya. Para merchant mitra akan diuntungkan dengan konsumen dari koperasi. Sebab pengurus dan pengelola koperasi lah yang akan mempromosikan. Sedang anggota akan mendapatkan keuntungan dari kerjasama ini, yakni: layanan khusus dan penambahan pendapatan bagi koperasi.
Untuk mempermudah ini, koperasi bisa menerbitkan kartu member. Dimana kartu dengan chip didalamnya bisa terbaca pada merchant mitra. Ini akan banyak membantu.
Peran Pemerintah
Tidak mudah menerapkan teknologi ini bagi koperasi. Permasalahan soal kebiasaan, modal, dan penerapan aplikasinya. Belum lagi masalah pembuatan aplikasi dan jejaring berskala nasional. Butuh dana yang tak sedikit. Oleh karena nya, peran pemerintah sangat dibutuhkan. Komitmen kuat dari pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dalam skala mikro sangat diharapkan.
Paling tidak, ada 3 (tiga) bentuk peran pemerintah, yakni: (1) Menerbitkan regulasi; (2) Melakukan dukungan sistem dan aplikasi, dan (3) Mengadakan uji coba.
1) Menerbitkan regulasi
Regulasi diperlukan untuk melindungi aktifitas ini. Jangan sampai praktek aplikasi ojek online yang sempat menimbulkan masalah, terulang. Regulasi yang dikeluarkan pemerintah akan membatasi dan melindungi koperasi dari persaingan yang tidak sehat. Operasional fintech yang diterapkan oleh koperasi akan memiliki dasar hukum yang kuat.
Peluang menerbitkan regulasi masih terbuka lebar. Seperti kita ketahui, UU No. 17 tahun 2012 tentang Koperasi sudah dibatalkan. Mengenai perkoperasian memakai aturan lama. Sedang draft RUU Koperasi yang baru masih digodok. Oleh karena nya, bisa saja bisnis melalui pemanfaatan fintech dalam koperasi, dimasukkan dalam salah satu bab.
2) Dukungan sistem dan aplikasi
Seperti yang telah dituliskan diatas, koperasi tak mudah mengerjakan sistem ini. Salah satu nya faktor permodalan. Tentu koperasi akan kewalahan membayar sistem aplikasi guna keperluan ini. Dukungan pemerintah dalam hal pengadaan aplikasi sangat diharapkan. Tentu saja termasuk penerapannya.
Aplikasi yang seperti ini masih terasa awam bagi sebagian orang. Perlu pembiasaan dalam pemanfaatannya. Pemerintah bisa melakukan dukungan penerapan fintech di sini. Terkait manajemen internal koperasi dengan penerapan aplikasi ini, pun mesti terus ditingkatkan kapasitasnya.
3) Mengadakan uji coba
Jika pemerintah serius dalam program pengentasan kemiskinan, uji coba ini bisa dilakukan. Sebab keberadaan koperasi lebih bisa di jangkau daripada perusahaan. Semua warga negara bisa ikut terlibat didalamnya. Mereka menjadi anggota dan sekaligus calon konsumen bagi koperasi.
Dalam melakukan uji coba penerapan koperasi yang memanfaatkan fintech bisa menjadi satu program tersendiri. Program yang pro rakyat.
Pemerintah bisa menunjuk beberapa koperasi yang sudah ada sebagai uji coba. Koperasi ini akan diberi aplikasi yang sudah dibuat oleh pemerintah. Dukungan sosialisasi dan pendampingan pun harus dilakukan. Dengan harapan konsep ini bisa terimplementasikan dengan baik. Jika terlalu sulit, pemerintah melalui program khusus, bisa mendirikan koperasi guna itu.
Jika masih pada tataran konsep, semua memang bisa diperdebatkan. Tapi yakinlah, “tak ada gunung yang terlalu tinggi, jika ada kemauan”.
sumber : http://kikis.id/penerapan-fintech-untuk-koperasi-berskala-nasional/